HARUN YAHYA


Segala Sesuatu Yang Kita Miliki Merupakan Karunia Allah
(Everything You Possess is a Favor From Allah)
Dunia di mana kita hidup, Allah menganugerahkan banyak pertolongan bagi manusia. Semua kebutuhan makhluk hidup disediakan dengan mudah; tiada sesuatu apapun yang terlewat.
Sebagai contoh; mari kita berpikir tentang diri kita. Dari saat kita bangun tidur, kita memerlukan banyak hal dan menemukan beragam keadaan. Singkatnya, kita dapat bertahan hidup karena banyaknya pertolongan yang dilimpahkan kepada kita.
Kita mampu bernapas; segera setelah kita bangun tidur. Kita tidak pernah mengalami kesulitan dalam melakukannya, hal tersebut disebabkan oleh karena sistem pernafasan kita dapat berfungsi dengan baik.
Kita mampu melihat; segera setelah kita membuka mata kita. Pemandangan yang jauh serta jelas, semuanya dalam bentuk tiga dimensi dan penuh dengan warna-warni, dapat dilihat dengan mata kita, tentu saja hal ini disebabkan oleh karena desain mata kita yang unik.
Kita mencicipi beragam rasa. Kebutuhan yang berbeda-beda akan vitamin, mineral, karbohidrat atau protein yang terkandung dalam makanan yang kita makan, serta bagaimana kelebihan nutrisi ini disimpan atau digunakan di dalam tubuh tidak pernah merisaukan kita. Lagi pula, kita hampir tidak pernah memikirkan bahwa terjadi proses yang rumit di dalam tubuh kita.
Ketika kita memegang suatu benda dengan tangan kita, kita langsung dapat mengetahui apakah benda tersebut lembut atau keras. Terlebih lagi, kita tidak perlu berpikir untuk melakukan hal ini. Banyak hal-hal kecil seperti itu yang terjadi dalam tubuh kita. Organ-organ tubuh yang bertanggung jawab untuk melaksanakan hal-hal ini mempunyai mekanisme yang rumit. Fungsi tubuh manusia hampir sama seperti sebuah pabrik yang besar dan kompleks. Tubuh ini merupakan salah satu anugerah terbesar yang diberikan kepada manusia semenjak manusia menjadi khalifah di muka bumi ini.
Dalam hal ini, ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab: bagaimanakah bahan baku yang diperlukan untuk mengoperasikan “pabrik” ini disediakan? Dengan kata lain, bagaimana air, udara, dan semua nutrisi yang penting untuk kehidupan tersedia?
Mari kita berpikir tentang buah-buahan dan sayur-sayuran. Semangka, melon, ceri, jeruk, tomat, lada, nenas, murbei, anggur, terong...semuanya berasal dari biji-bijian dan tumbuh dalam tanah, dan biji-biji tersebut kadang-kadang memiliki struktur yang keras seperti kayu. Walaupun demikian, sambil mempertimbangkan hal-hal ini, kita harus menjauhi kebiasaan cara berpikir dan menerapkan metode yang berbeda. Dengan membayangkan nikmat rasa serta bau buah arbei atau bau buah melon yang tidak pernah berubah. Pikirkan, berapa banyaknya waktu dan energi yang dihabiskan dalam laboratorium guna menghasilkan bau yang sama dan tentang percobaan-percobaan yang berulang kali dilakukan tetapi selalu gagal. Tentu saja, hasil yang diperoleh oleh para ilmuwan di dalam laboratorium membuktikan bahwa tidak ada yang lebih baik selain imitasi gagal mereka; apabila dibandingkan dengan pasangan alamiahnya. Beragam rasa, bau dan warna di alam justru memberikan tanda-tanda yang tak tertandingi.
Bahwa semua sayuran dan buah-buahan memiliki bau dan rasa tersendiri serta mempunyai ciri khas warna yang berbeda-beda merupakan hasil kreasi yang diciptakan khusus untuk mereka. Hal itu semua merupakan karunia yang diberikan Allah atas manusia.
Hampir sama dengan hal di atas, binatang juga diciptakan untuk manusia. Terlepas dari kegunaannya sebagai makanan, manusia melihat bahwa bentuk fisik binatang-binatang tersebut memberikan daya tarik tersendiri. Ikan, batu karang, bintang laut yang menghiasi kedalaman laut dengan warna-warnanya yang indah, beragam burung yang habitatnya memesonakan atau kucing, anjing, lumba-lumba dan penguin...mereka semua merupakan karunia Allah. Allah menekankan hal ini dalam banyak ayat:
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. 45:13)
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 16:18)
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. 14:34)
Makhluk hidup yang telah dijelaskan di atas hanyalah merupakan sebagian kecil dari karunia dan keindahan yang Allah limpahkan. Ke mana saja kita berjalan, kita melintasi hasil ciptaan yang mencerminkan tanda-tanda kebesaran Allah. Allah adalah Maha Pemberi Rezeki, Maha Halus, Maha Dermawan, Maha Baik.
Sekarang, lihatlah sekeliling anda dan berpikirlah. Dan jangan pernah menafikan kenyataan bahwa segala sesuatu yang anda miliki merupakan karunia untuk anda dari sang Pencipta diri anda.
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (QS. 16:53)



Amanah & Khianat



Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Alhamdulillahi wasyukurillah, Lahaula wala kuwwata illa bilah, Amma ba’du.
Puji sukur kehadirat Allah subhanahua taala , yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya kepada kita sekalian, sehingga pada malam ini kita masih dapat berkumpul kembali dalam pengajian yang di laksanakan pada malam romadhon ini.
Solawat serta salam senantiasa tercurahkan kepa junjungan kita nabi besar Muhammad Solallohu’alaihi Wasalam , yang  dengan risalahnya telah membawa kita sekalian dari zaman onta menuju zaman inova.
Antara amanah dan khianat

Kata amanah (Dalam Kamus Besar B. Indonesia artinya: Sesuatu yang dipercayakan orang lain, keamanan, ketentraman, dan dapat dipercaya)seakar dengan iman. Ini berarti sikap amanah mempunyai korelasi(Hubungan timbal balik/ Sebab akibat)yang erat dengan iman seseorang. Orang beriman pasti memiliki sifat amanah. Orang yang tidak amanah berarti tidak ada iman dalam dirinya, meskipun lidahnya menyatakan beriman.(misalnya seseorang yang selalu peduli dan tidak menganggap remeh pekerjaan/ tugas yang telah diberikan dan di kerjakan secara profesional maka orang lain akan beranggapan bahwa ia adalah seseorang yang beriman dan dapat dipercaya, dan jika seseorang memiliki iman yang kuat maka orang lain juga akan beranggapan bahwa ia seseorang yang dapat dipercaya.)Allah berfirman: “Hai orang-orang  yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS 8:27).
Sikap amanah harus diwujudkan dalam semua aspek kehidupan. Orang yang memegang amanah dituntut menjalankan dan menyampaikan kepada yang berhak menerimanya. Firmannya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.....” (QS 4: 58).
Jadi jangan seperti gayus yang seenaknya mengambil uang pemerintah, atau nazarudin yang dengan jabatannya sebagai bendaharapada suatu organisasi partai demokrat yang telah melakukan korupsi.
Memiliki sikap amanah penting dalam kegiatan muamalah (Ilmu pengetahuan). Sikap amanah yang dimiliki seseorang dapat dijadikan tolak ukur mengangkatnya menjalankan tugas tertentu. Sebalinya, suatu urusan yang diserahkan kepada orang yang tidak amanah, maka urusan itu akan berantakan.  Sebab, orang yang tidak amanah berarti ia tidak profesional menjalankan tugasnya.
Rasulullah SAW menjelaskan, “Apabila amanah telah disia-siakan, tunggulah saat kehancurannya.” Seorang sahabat bertanya, Ya Rasulullah, bagaimana maksud menyia-nyiakan amanah itu ?” Nabi menjawab “Yaitu menyerahkan suatu urusan ditangani oleh orang yang bukan ahlinya. Untuk itu tunggulah saat kehancuran tersebut. “(HR Bukhari).
Khianat (tipu daya, tidak setia, durhaka. Menurut: Kamus Besar B. Indonesia)merupakan lawan dari amanah. Sikap ini melekat pada orang yang kurang beriman. Sikap khianat merupakan ciri orang munafik(Hanya melihatnya saja percaya, suci setia tetapi sebenarnya tidak) yang diekspresikan dengan menyalahi janji dan apa yang telah dipercayakan kepadanya. Orang yang demikian digelari sebagai mahluk terburuk yang sangat dibenci Allah.
Allah berfirman, “Sesungguhnya binatang (Makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena orang itu tidak beriman. (yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu ia mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” (QS 8: 55-56).
Sikap khianat  amat berbahaya bila berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat. Sikap ini merugikan orang yang dikhianati dan pelakunya.Semisal ketika dalam suatu organisasi terdapat seseorang yang di tunjuk oleh ketua untuk mengerjakan sutu tugas dan ia menyetujuinya, namun tugas itu di anggap remeh olehnya dan tidak di abaikan begitu saja tidak dikerjakan. Hal ini akan merugikan banyak orang dalam suatu organisasi tersebut dan bagi pelakunya akan di anggap orang sebagai orang yang tidak di percayai.
Apabila sikap khianat melekat pada seseorang, berarti saat itu telah lepas darinya sikap amanah. Sebab, antara amanah dan khianat tidak mungkin berkumpul pada saat bersamaan. Nabi bersabda, “Tidak mungkin berkumpul iman dan kafir dalam hati seseorang. Dan tidak mungkin pula berkumpul sifat jujur dan dusta padanya sekaligus, sebagaimana tidak mungkin berkumpul sifat khianat dan amanah padanya secara bersamaan.” (HR Ahmad).
Kita sebagai Pemuda Pemudi harus memiliki sikap amanah. Dengan sikap amanah diharapkan tugas-tugas yang diberikan kepada kita dapat dijalankan dengan baik dan membawa kenyamanan, keamanan, dan ketentraman. Sebaliknya, apabila sikap khianat menjadi budaya, maka akan menimbulkan kehawatiran, prasangka, dll.


Pengertian, Sejarah Dan Pokok Isi Kandungan Al-Qur’an/ Al-qur’an – pengetahuan agama islam




  1. Arti Definisi Dan Pengertian Al Qur’an
Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal dari allah SWT kepada nabi muhamad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa,bangsa dan lokasi. Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan, injil yang diturunkan melalui para rosul.
  1. Sejarah turunnya Al-Qur’an
Dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang di sampaikan kepada Nabi Mnhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika nabi muhamad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai 5. sedangkan terakhir Al-Qur’an turun yankni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surat almaidah ayat 3.
Al-Qur’an tidak turun secara sekaligus, namun sdikit-sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Tururnnya surat dan ayat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lamanya Al-Qur’an diturunkan ke bumi kurang lebih 22 tahun 22 bulan 22 hari.
  1. Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan Al-Qur’an
1.      Tauhid – Keimanan terhadap Allah SWT.
2.      Ibadah – Pengabdian terhadap Allah SWT.
3.      Akhlak – Sikap dan perilaku terhadap Allah SWT, semua manusia dan mahluk lain.
4.      Hukum – Mengatur manusia.
5.      Hubuangan Masyarakat – Mengatur tata cara kehidupan manusia.
6.      Janji Dan Ancaman – Reward dan punishment bagi manusia.
7.      Sejarah – Teladan dari kejadian masa lampau.
  1. Keistimewaan Dan Keutamaan Al-Qur’an Dibandingkan Dengan Kitab Lain
1.      Memberi petujung lengkap disertai hukumnya untuk kesejahteraan manusia segala zaman, tempat dan bangsa.
2.      Susunan ayat yang mengagumkan dan mempengaruhi jiwa pendengarnya.
Pembentukan Dan sejarahnya
Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhamad sebagai Rosul. Berita itu didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak menetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan disampaikan kepada murid berikutnya lagi haingga sampai kepada pembuku hadits.  Itulah pembentukan hadits.
Masa Pembentukan Al Hadits
Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerosulan Nabi Muhammad itu sendiri, telah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalam para sahabat saja.
Masa Panggilan
Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi’in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H, atau 632 M. Pada masa ini Al Hadits bulum ditulias ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al Hadits dan Menggali dari sumber utamanya.
Masa Penghimpunan
Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang mulai menolak menerima hadits baru, sering terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari’at dan aqidah dengan munculnya Al Hadits palsu. Para sahabat dan tabi’ai ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Al Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa – siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al Hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar Bin ‘Abdul ‘Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi’in memerintahkan penghimpunan Al Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2H, dan Al Hadits yang terhimpun belum di[isahkan mana yang merupakan Al Hadits mafu’dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu’
Masa Pendiwanan Dan Penyususnan
Abad 3H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadits sebagai perilaku Nabi Muhammad, Maka para ulama mulai mengelompokan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu’ (yang berisi prilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi perilaku sahabat) juga dilakuka penelitian Sanad dan Rawi – rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash – hih (koreksi/ verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun dihafal. Selanjutnya pada abad 4H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai Al Hadits. Sedang kan abad 5H dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab – kitab Al Hadits abad 4H.    

Hubungan kaidah di muka Bumi :


1. Kodok
 adalah spesis hewan yang dapat hidup di dua tempat, air dan darat (ampibi). Kalau melihatnya sebagai hewan yang dapat hidup di air maka ia adalah halal dimakan. Rasul SAW. mengatakan: "Ia (laut) adalah yang suci airnya dan yang halal bangkainya" (Turmudzi dan Nasa i). Artinya, segala hewan yang dapat hidup di air adalah halal dimakan. Namun melihatnya sebagai hewan yang dapat hidup di darat, ia adalah jenis hewan melata yang dianggap menjijikkan, sehingga memakannya adalah haram.

Menurut alur fikih demikian ini, yang didukung oleh ulama-ulama Syafi'iyah, maka kodok adalah hewan yang haram dimakan. Karena ia mengandung unsur haram (darat) dan unsur halal (laut), dan sesuai dengan kaidah dimuka, maka yang menentukan adalah unsur haramnya.

Di samping itu sebagian besar ulama (selain Malikiyah) mengharamkan kodok karena Nabi saw. melarang membunuh kodok (HR. Abu Dawud, Ahmad, dll). Biasanya Nabi melarang membunuh suatu hewan itu adakalanya karena haram memakannya, atau karena memulyakannya, atau kedua-duanya.

2. Rajungan
halal, karena ia ternasuk hewan yang hanya mampu hidup di laut (air).

3. Kepiting:
           
Para ulama di Indonesia, yang merupakan pengikut madzhab Syafi'iyah, berselisih pendapat, sesuai dengan asumsinya masing-masing. Sebagian mengatakan, bahwa kepiting adalah jenis hewan ampibi, maka hukumnya haram dimakan. Dan sebagian yang lain mengatakan, bahwa ia hanya mampu hidup di air saja, maka ia halal dimakan.

Kalau menurut saya, ia adalah jenis hewan yang hanya mempu hidup dengan bantuan air. Ia mampu hidup di darat asalkan ditaruh ditempat yang basah. Jadi, ia adalah halal dimakan.

4. Penyu.
            Menurut ulama-ulama Syafi'iyah, ia haram dimakan karena dianggap sebagai hewan darat atau setidak-tidaknya ia adalah jenis hewan ampibi. Sementara menurut Malikiyah, hewan dianggap sebagai jenis "hewan air", jika ia mampu hidup di dalam air, walaupun juga mampu hidup di daratan. Sehingga menurut teori fikih Malikiyah ini, katak, rajungan dan kepiting hukumnya halal.
Adapan penyu menurut Imam Malik, mempunyai dua jenis, yang pertama adalah jenis air (sulah)

5. Kelinci. 
  Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-:
أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم أُهْدِيَ لَهُ عَضْوٌ مِنْ أَرْنَبٍ، فَقَبِلَهُ
 “Sesungguhnya beliau (Nabi) -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah diberikan hadiah berupa potongan daging kelinci, maka beliau pun menerimanya”.
 Imam Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny, “Kami tidak mengetahui ada seorangpun yang mengatakan haramnya (kelinci) kecuali sesuatu yang diriwayatkan dari ‘Amr ibnul ‘Ash”.
faah) dan jenis darat (tursul maa'). Jenis pertama halal (walaupun tanpa disembelih) dan jenis kedua halal dengan syarat harus disembelih secara syar'iy.

6. Belalang.
 Telah berlalu dalam hadits Ibnu ‘Umar bahwa bangkai belalang termasuk yang diperkecualikan dari bangkai yang diharamkan.
Hal ini juga ditunjukkan oleh perkataan Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-:
غَزَوْنََا مَعَ رسول الله صلى الله عليه وسلم سَبْعَ غَزَوَاتٍ نَأْكُلُ الْجَرَادَ
 “Kami berperang bersama Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sebanyak tujuh peperangan sedang kami hanya memakan belalang”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)                                                                               

7. Kadal padang pasir

 Pendapat yang paling kuat yang merupakan madzhab Asy-Syafi ’iyah dan Al-Hanabilah bahwa dhobbun adalah halal dimakan, hal ini berdasarkan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tentang dhobbun:
كُلُوْا وَأَطْعِمُوْا فَإِنَّهُ حَلاَلٌ
 “Makanlah dan berikanlah makan dengannya (dhobbun) karena sesungguhnya dia adalah halal”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Umar)
 Adapun keengganan Nabi untuk memakannya, hanyalah dikarenakan dhobbun bukanlah makanan beliau, yakni beliau tidak biasa memakannya. Hal ini sebagaimana yang beliau khabarkan sendiri dalam sabdanya:

لاَ بَأْسَ بِهِ، وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
 “ Tidak apa-apa, hanya saja dia bukanlah makananku”.
Ini yang dikuatkan oleh Imam An-Nawawy dalam Syarh Muslim (13/97). [Mughniyul Muhtaj (4/299) dan Al-Muqni' (3/529)]

8. Yarbu’. (2)
 Halal. Ini merupakan madzhab Asy-Syafi ’iyah dan Al-Hanabilah, dan merupakan pendapat ‘Urwah, ‘Atho` Al-Khurosany, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir, karena asal dari segala sesuatu adalah halal, dan tidak ada satupun dalil yang menyatakan haramnya yarbu’ ini. Inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny (11/71). [Hasyiyatul Muqni' (3/528) dan Mughniyul Muhtaj (4/299)]

9. Kalajengking, ular, gagak, tikus, tokek, dan cicak.
 Karena semua hewan yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui proses penyembelihan adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan tersebut halal untuk dimakan maka tentunya Nabi tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya kecuali lewat proses penyembelihan yang syar’iy. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فَي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ: اَلْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الْاَبْقَعُ وَالْفَأْرَةُ وَالٍْكَلْبُ وَالْحُدَيَّا
“ Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia berada di daerah halal (selain Mekkah) maupun yang haram (Mekkah): Ular, gagak yang belang, tikus, anjing, dan rajawali.” (HR. Muslim)
Adapun cicak dan termasuk di dalamnya tokek, maka telah warid dari hadits Abu Hurairah riwayat Imam Muslin tentang anjuran membunuh wazag (cicak). (Lihat keterangan tambahan di: http://al-atsariyyah.com/?p=1161) [Bidayatul Mujtahid (1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithy (1/273)]