@salimafillah
Apa makna usia bagi cinta?
Bagaimana jika seorang pemuda gagah yang diambilputra oleh lelaki mulia, menikahi pengasuh ayah angkatnya? Aneh memang, sungguh wanita itu seangkatan neneknya. Apa yang menyebabkan dia merundukkan hati dan kemudaan untuk menjadikannya pasangan jiwa?
Tapi dalam hidup; mungkin memang ada yang lebih tinggi dari cinta. Mungkin itu yang ditemukan si pemuda dalam sabda ayah angkatnya, "Siapa yang ingin menikahi wanita ahli surga", ujar Sang Nabi suatu hari, "Nikahilah Umm Aiman."
Maka Zaid pun maju, tanpa ragu.
Dulu saat Sang Nabi ditinggal wafat Bundanya, Ummu Aiman yang menggendongnya dari Abwa' ke Makkah. Kelak dia imani risalah bocah asuhannya itu. Sementara Zaid ibn Haritsah adalah sahaya Khadijah yang dihadiahkan pada Rasulillah; jadilah dia pemuda utama di barisan cahaya.
Kita takjubi nikah bersenjang umur ini; juga karena dari pernikahan mereka akan lahir Usamah ibn Zaid. Kelak dia menjadi panglima agung di usia 18 tahun, yang Abu Bakr dan 'Umar menjadi prajuritnya. Zaid ibn Haritsah menikahi Umm Aiman yang nyaris seusia neneknya, semata karena Allah dan RasulNya. Gairahnya adalah surga. Cintanya adalah cahaya.
Maka pada setiap betikan niat yang menggerakkan untuk menikahi seseorang; tanyakan pada hati kita, apa yang paling menyalakan minat. Seperti nasehat Imam Asy Syafi'i bagi yang bingung atas banyak pilihan ketika semua tampak baik; "Ambil yang paling menyelisihi hawa nafsumu!"
Mari belajar juga pada seorang wanita; namanya Nailah binti Al Farafishah Al Kalbiyah, yang menikah atas upaya Tamadhar, istri 'Abdurrahman ibn 'Auf. Mempelai pria; 'Utsman ibn 'Affan belum pernah melihatnya hingga akad terucap; sebab percaya sempurna pada 'Abdurrahman dan istrinya. Begitu berjumpa, 'Utsman terkejut dan bersegera menyatakan, "Aku membebaskanmu dari ikatan ini jika kau tak ridha atas keadaanku!"
"Apa maksudmu duhai Dzun Nurain?", tukas Nailah, "Demi Allah aku tak ingin sedikitpun membatalkan ikatan pernikahan yang suci ini!"
"Tapi pastinya kau takkan menyukai ketuaanku", sahut 'Utsman.
"Justru aku ini suka suami yang lebih tua", jawab Nailah tersipu.
'Utsman lalu membuka surbannya, memperlihatkan geripis kebotakan di rambutnya. "Bukan hanya tua, diriku telah jauh menjadi tua bangka."
Nailah mendekat dan mencium kening 'Utsman. "Masa mudamu sudah kauhabiskan di sisi Rasulillah, duhai lelaki yang 2 kali berhijrah. Betapa berharga bagiku jika Allah mengaruniakan kesempatan mendampingi sisa usia muliamu, hingga kelak menghadapNya, insyaallah."
Usia Nailah menjelang 18 tahun ketika itu, dan 'Utsman yang pemalu mendekati 80 tahun. Nanti Allah akan karuniakan 3 putra pada mereka.
Inilah lelaki pemalu yang menjaga kesucian diri; yang mandinya menutup semua pintu-jendela, di bilik tersembunyi berselubung tabir. Lelaki ini, Malaikatpun malu padanya; tunduk pandangnya, panjang qiyamullailnya, syahdu tilawahnya, luas dermanya, jernih batinnya. Ada sahabat muda yang tak sengaja menatap wajah jelita lalu berjumpa 'Utsman tanpa cerita. 'Utsman dengan firasat tajamnya berkata, "Bertaubatlah, sungguh di matamu kulihat ada bekas zina."
Nailah mendampingi lelaki hebat ini hingga wafatnya di tangan orang-orang zhalim. Dua jemarinya putus kala memerisai tubuh 'Utsman. Kelak Amirul Mukminin Mu'awiyah melamarnya. Teguh Nailah menjawab, "Tak ada yang mampu menggantikan kedudukan 'Utsman di hatiku."
Pada Zaid, pada Nailah; kita belajar tentang cinta yang tak tersekat umur dan wujud. Cinta itu berhulu dan bermuara di keabadian surga.
No comments:
Post a Comment