Allah akan memberikan neraka yang kekal didalamnya jika manusia melakukan perbuatan Syirik atau menyekutukan Allah, Durhaka kepada kedua orang tua, Memberi kesaksian palsu, Meninggalkan Shalat, dan Berdakwah tanpa Ilmu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun menerangkan:
الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ أَوْ قَوْلُ الزُّوْرِ.
“(Dosa-dosa yang paling besar itu adalah) syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan persaksian palsu (perkataan dusta).” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu )
الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ أَوْ قَوْلُ الزُّوْرِ.
“(Dosa-dosa yang paling besar itu adalah) syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan persaksian palsu (perkataan dusta).” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu )
Dalam hadist diatas sudah jelas bahawa ketiga perbuatan tersub sangat dilarang dan diharamkan dalam agama isalam. Sedangkan yang mengerjakan perbuatan tersebut akan diganjar dengan dosa yang sangat besar dengan jaminan neraka selamanya.
1. Syirik (Menyekutukan Allah)
Seseorang yang meminta baik itu harta, tahta, maupun wanita kepada zat selain allah maka itu juga bisa disebut dengan syirik. Sekarang ini banyak orang yang meminta sebuah permohonan dengan mengunjungi tempat-tempat kramat, mempercayai benda-benda seperti keris, jimat, dan lain sebagainya atau membuat sesajen untuk upacara permintaan. Perilaku tersebut merupakan perilaku Syirik yang dapat menjerumuskan kita ke neraka yang sangat dalam.
Sangatlah tidak pantas jika seorang hamba beribadah kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla, memohon dan meminta kepada makhluk dengan permintaan yang tidak mungkin bisa dipenuhi kecuali oleh Allah ‘Azza wa Jalla saja, seperti rizki, keselamatan, atau menyandarkan nasib hidupnya kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Maka sangatlah tepat ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memposisikan syirik ini sebagai dosa yang paling besar, karena seorang yang berbuat syirik berarti dia telah berbuat lancang dan melampaui batas terhadap Penciptanya. Menjadikan tandingan / sekutu bagi Allah ‘Azza wa Jalla, padahal Allah ‘Azza wa Jalla adalah Maha Tunggal dan tidak ada sekutu baginya. Sungguh ini adalah kezhaliman yang sangat besar sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla firmankan (artinya):
“Sesungguhnya kesyirikan merupakan kezhaliman yang besar.” (Luqman: 13)
Betapa zhalimnya ketika seorang muslim menyembelih hewan untuk kemudian dipersembahkan kepada makhluk yang diyakini memiliki kekuatan sehingga dia akan terhindar dari bencana, padahal Allah ‘Azza wa Jalla lah satu-satunya Dzat yang mampu untuk mendatangkan bencana.
Maka sangatlah tepat ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memposisikan syirik ini sebagai dosa yang paling besar, karena seorang yang berbuat syirik berarti dia telah berbuat lancang dan melampaui batas terhadap Penciptanya. Menjadikan tandingan / sekutu bagi Allah ‘Azza wa Jalla, padahal Allah ‘Azza wa Jalla adalah Maha Tunggal dan tidak ada sekutu baginya. Sungguh ini adalah kezhaliman yang sangat besar sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla firmankan (artinya):
“Sesungguhnya kesyirikan merupakan kezhaliman yang besar.” (Luqman: 13)
Betapa zhalimnya ketika seorang muslim menyembelih hewan untuk kemudian dipersembahkan kepada makhluk yang diyakini memiliki kekuatan sehingga dia akan terhindar dari bencana, padahal Allah ‘Azza wa Jalla lah satu-satunya Dzat yang mampu untuk mendatangkan bencana.
Sebagai kaum muslimin hendaknya kita hanya memohon kepada Allah semata dan bukan kepada makhluk lain ataupun benda-benda lain. Allah akan senantiasa mendengarkan permintaan kita dan allah akan memberikan apa yang kita butuhkan yang menurut allah itu lebih baik buat kita dan umatnya.
2. Durhaka kepada kedua orang tua.
Orang tua merupakan pelindung dari anak-anaknya, seorang ibu melahirkan menyusui, dan bersama ayahnya mereka membimbing, mendidik, dan menjaganya hingga besar dan mandiri. Tak sepantasnya kita memarahi mereka, memukul mereka, bahkan melukai hatinya.
Durhaka kepada kedua orang tua diposisikan sebagai dosa besar setelah syirik. Yang demikian itu karena perintah untuk berbuat baik kepada orang tua sering diiringkan dan diletakkan setelah perintah untuk beribadah dan mengesakan ibadahnya tersebut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ini menunjukkan besarnya hak orang tua untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya):
“Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua …” (An Nisa’: 36)
Durhaka kepada kedua orang tua apapun bentuknya merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ اْلأُمَّهَاتِ …..
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan atas kalian durhaka kepada para ibu (yakni orang tua), …” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Ketika kedua orang tua sudah lanjut usia dan lemah, mestinya mereka mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sungguh-sungguh dari anak-anaknya. Tetapi apa yang terjadi di masyarakat kita justru sebaliknya, mereka menitipkan orang tuanya di panti jompo atau yang semisalnya. Sungguh ini merupakan salah satu bentuk kedurhakaan anak kepada orang tuanya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya):
“Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua …” (An Nisa’: 36)
Durhaka kepada kedua orang tua apapun bentuknya merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ اْلأُمَّهَاتِ …..
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan atas kalian durhaka kepada para ibu (yakni orang tua), …” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Ketika kedua orang tua sudah lanjut usia dan lemah, mestinya mereka mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sungguh-sungguh dari anak-anaknya. Tetapi apa yang terjadi di masyarakat kita justru sebaliknya, mereka menitipkan orang tuanya di panti jompo atau yang semisalnya. Sungguh ini merupakan salah satu bentuk kedurhakaan anak kepada orang tuanya.
3. Kesaksian palsu atau berkata dusta.
Larangan untuk berkata dusta ini telah Allah ‘Azza wa Jalla firmankan dalam ayat-Nya yang mulia (artinya):
“… maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (Al Hajj: 30)
Kalau anda perhatikan ayat tersebut, Allah ‘Azza wa Jalla mengiringkan larangan berkata dusta dengan perintah untuk menjauhi perbuatan syirik dan meninggalkan berhala-berhala yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perbuatan syirik merupakan perkara besar yang diperingatkan dalam agama ini, maka perkataan dusta juga demikian, karena tidaklah dua perkara disebutkan dalam satu rangkaian kalimat melainkan di sana terkandung substansi permasalahan yang tidak jauh berbeda, dan dalam pembahasan kali ini adalah keduanya sama-sama perbuatan terlarang yang menyebabkan pelakunya terjatuh ke dalam perbuatan dosa besar. Wallahu A’lam.
Ketika kita membaca Al Qur’an, kita akan mendapati di ayat yang ke 63 dan seterusnya dari surat Al Furqan, di situ disebutkan beberapa ciri hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jalla yang mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Dan di antara ciri dan sifat mereka adalah tidak memberikan persaksian palsu sebagaimana disebutkan dalam ayat yang ke 72 (artinya):
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.” (Al Furqan: 72)
“… maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (Al Hajj: 30)
Kalau anda perhatikan ayat tersebut, Allah ‘Azza wa Jalla mengiringkan larangan berkata dusta dengan perintah untuk menjauhi perbuatan syirik dan meninggalkan berhala-berhala yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perbuatan syirik merupakan perkara besar yang diperingatkan dalam agama ini, maka perkataan dusta juga demikian, karena tidaklah dua perkara disebutkan dalam satu rangkaian kalimat melainkan di sana terkandung substansi permasalahan yang tidak jauh berbeda, dan dalam pembahasan kali ini adalah keduanya sama-sama perbuatan terlarang yang menyebabkan pelakunya terjatuh ke dalam perbuatan dosa besar. Wallahu A’lam.
Ketika kita membaca Al Qur’an, kita akan mendapati di ayat yang ke 63 dan seterusnya dari surat Al Furqan, di situ disebutkan beberapa ciri hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jalla yang mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Dan di antara ciri dan sifat mereka adalah tidak memberikan persaksian palsu sebagaimana disebutkan dalam ayat yang ke 72 (artinya):
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.” (Al Furqan: 72)
4. Orang yang meninggalkan solat tanpa menyesal
Shalat merupakan salah satu rukun islam yang merupakan kewajiban umat muslim untuk meningkatkan iman dan takwa dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya terdapat sebagian umat muslim yang mengaku muslim namun kewajiban untuk solat 5 waktu mereka langgar tanpa rasa bersalah ataupun penyesalan. Berikut adalah sebuah ayat al-Qur'an yang membicarakan tentang melalaikan shalat.
Allah Ta’ala berfirman,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Pembicaraan tentang meninggalkan shalat 5 waktu juga terdapat dalam hadis-hadis. Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi). Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.
Sholat merupakan salah satu kewajiban bagi umat islam agar didalam hatinya selalu terjaga dan bahkan meningkat iman dan takwanya. Dalam beberapa pendapat mengatakan bahwa shalat sudah bukan menjadi wajib lagi melainkan sebuah kebutuhan bagi kita para kaum muslimin. Sama halnya seperti makan yang merupakan kebutuhan hidup, jika makan tidak terpenuhi maka akan sakit dan berujung kematian. Sholat juga termasuk kebutuhan yang jika tidak terpenuhi maka keimanan dan ketakwaan kita akan mati dan bukan tidak mungkin kita akan terjerumus di dalam neraka dan kekal didalamnya.
5. Berbicara mengada-ngada tentang allah tanpa ilmu.
Dosa syirik (menyekutukan Allah) terkenal sebagai dosa besar yang paling besar. Seorang musyrik, apabila meninggal di atas kesyirikannya akan kekal di neraka. Status keislamannya batal. Seluruh amal baiknya terhapus. Dan diharamkan ampunan Allah atasnya. Haruslah seorang muslim takut dan khawatir terjerumus ke dalamnya.
Namun tahukah kita bila di sana ada dosa yang lebih besar dosanya dari syirik. Ibnul Qayyim dalam I’lam Muwaqqi’in menyebutkan dosa yang lebih besar dari Syirik tersebut, yaitu berbicara (mengada-ngada) tentang Allah tanpa ilmu.
Beliau berkata: “Sungguh Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah haramkan berbicara (mengada-ngada) terhadap Allah tanpa ilmu dalam fatwa dan ketetapan hukum. Allah menjadikannya sebagai bagian dari perkara haram yang paling besar. Bahkan menjadikannya pada tingkatan perkara haram yang paling tinggi.” (I/38)
Beliau mendasarkan pendapatnya kepada firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al-A’raf: 33)
Allah mengklasifikasi perkara-perkara haram pada empat tingkatan. Dia memulainya dengan yang paling ringan, yaitu al-Fawahisy (perbuatan keji). Lalu menempatkan pada urutan keduanya perbuatan yang lebih haram darinya, yaitu dosa dan aniaya. Lalu menyusulkan diurutan ketiga: perkara yang lebih tinggi tingkat keharamannya daripada kedua di awal, yaitu syirik terhadap Allah (menyekutukan Allah) Subhanahu Wa Ta'ala. Kemudian menyusulkan dengan yang keempat suatu perbuatan yang lebih dahsyat keharamannya daripada semuanya tadi, yaitu berbicara (mengada-ngada) terhadap Allah tanpa ilmu.
Namun tahukah kita bila di sana ada dosa yang lebih besar dosanya dari syirik. Ibnul Qayyim dalam I’lam Muwaqqi’in menyebutkan dosa yang lebih besar dari Syirik tersebut, yaitu berbicara (mengada-ngada) tentang Allah tanpa ilmu.
Beliau berkata: “Sungguh Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah haramkan berbicara (mengada-ngada) terhadap Allah tanpa ilmu dalam fatwa dan ketetapan hukum. Allah menjadikannya sebagai bagian dari perkara haram yang paling besar. Bahkan menjadikannya pada tingkatan perkara haram yang paling tinggi.” (I/38)
Beliau mendasarkan pendapatnya kepada firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al-A’raf: 33)
Allah mengklasifikasi perkara-perkara haram pada empat tingkatan. Dia memulainya dengan yang paling ringan, yaitu al-Fawahisy (perbuatan keji). Lalu menempatkan pada urutan keduanya perbuatan yang lebih haram darinya, yaitu dosa dan aniaya. Lalu menyusulkan diurutan ketiga: perkara yang lebih tinggi tingkat keharamannya daripada kedua di awal, yaitu syirik terhadap Allah (menyekutukan Allah) Subhanahu Wa Ta'ala. Kemudian menyusulkan dengan yang keempat suatu perbuatan yang lebih dahsyat keharamannya daripada semuanya tadi, yaitu berbicara (mengada-ngada) terhadap Allah tanpa ilmu.
Sumber:
https://www.facebook.com/notes/al-quran-dan-terjemah-nya-hadist-dan-kata2-bermanfaat/dosa-meninggalkan-shalat-lima-waktu-lebih-besar-dari-dosa-berzina/431665373575458
http://qurandansunnah.wordpress.com/2010/03/31/3-tiga-dosa-yang-paling-besar-di-sisi-allah-subhanahu-wa-ta%E2%80%99ala/
http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2014/01/17/28699/ternyata-ada-dosa-yang-lebih-besar-dari-syirik/#sthash.C5FNxKec.dpuf
dulu thn 2001 saya juga pernah melakukan dosa besar, yaitu zinah dg psk, penyebabnya saya nyari cewe utk dinikahi gagal trs, krna saya sering ditolak cewe krna saya cupu dan loyo, cewe suka nya cowok jantan atau mapan. sejak zinah hidup saya jadi tambah sial. saya nyari cewek dihajar org, saya kerja baru sebentar di phk ,saya melamar cewe ditolak, uang tabungan ditipu org, tv dicuri org dll. tp saya sdh lama bertobat dan agak rajin ibadah tp nasib saya tetap msh sial yaitu susah jodoh b dan rejeki, sering dijahati teman dll. saya lama lama jadi benci tuhan krna saya anggap dia kejam dan tdk punya belas kasihan. tuhan tdk merasakan saya sangat menderita..
ReplyDelete